PERAN BANK SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI
Oleh: Sri Nuringwahyu
PENDAHULUAN
Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 merupakan
badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sebagai suatu lembaga keuangan, bank mempunyai kegiatan baik funding
maupun financing atau menghimpun dan menyalurkan dana. Jadi sebagai lembaga intermediasi bank berperan
menjadi perantara antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan
dana
Fokus artikel ini adalah pada seperti apa
peran bank khususnya bank Umum konvensional milik pemerintah dalam perannya
sebagi lembaga intermediasi. Bank umum milik Pemerintah meliputi Bank Mandiri,
BNI’46, BRI, BTN . Mengapa memilih Bank
Umum Pemerintah, hal tersebut karena 4 bank yang telah kami sebutkan termasuk
katagori 10 bank dengan asset terbesar ( Bank Indonesia : 2011) dan mengapa
bank Pemerintah karena secara psikhologi bahwa bank Pemerintah harus bisa
menjadi contoh, bahwa bank harus bisa menjadi lembaga intermediasi yang baik. Bank umum menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan bank konvensional adalah
bank yang mengetrapkan sistem bunga.
Dana Pihak Ketiga
(DPK) adalah dana yang berasal dari
simpanan masyarakat, dalam berbagai bentuk. Simpanan
menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan
dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Keberadaan Dana Pihak Ketiga ini mempunyai peran yang
penting dalam meningkatkan pendapatan bank, karena dari Dana Pihak Ketiga
kemudian disalurkan menjadi kredit. Kredit yang disalurkan bank akan
mendapatkan tingkat pengembalian berupa hasil bunga. Selanjutnya besar kecilnya hasil bunga
akan sangat mempengaruhi besar kecilnya profitabilitas. Oleh karena kemudian
optimalisasi Dana Pihak Ketiga menjadi sangat penting di dalam meningkatkan
profitabilitas. Tidak kalah pentingnya fenomena yang berkembang saat ini adalah
tentang laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan keberadaan Loan Deposit Ratio
(LDR). Loan Deposit Ratio (LDR) adalah perbandingan antara Pinjaman dengan Dana
Pihak Ketiga (DPK). Loan Deposit Ratio (LDR) pasca krismon tahun 1997, memperlihatkan bahwa
bank belum mengelola dana Dana Pihak Ketiga (DPK) secara optimal sesuai dengan
tugas bank sebagai lembaga intermediasi. Hal tersebut bisa dilihat dari
beberapa kutipan berikut ini :
Suseno dan Abdullah (2003:61) bahwa sejak awal tahun
1998, awal dari krisis perbankan, laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
mengalami penurunan yang berkesinambungan (diikuti pula penurunan laju
pertumbuhan kredit). Penurunan laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ini
merupakan cerminan rendahnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan. Penurunan
laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut dapat dihentikan pada awal
tahun 1999 dan dapat dipertahankan untuk tetap positif hingga tahun 2002. Hal
ini dapat diartikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sudah mulai
pulih.
Menurut Pohan (2002:7) menyatakan kondisi perbankan
secara umum telah berangsur-angsur pulih ditandai dengan pulihnya kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya Dana Pihak
Ketiga (DPK) ke perbankan secara gradual atau rata-rata 3,3 % per triwulan
selama tahun 2000 dan 2,6 % per triwulan selama tahun 2001.
Sagir (2006) : Simpanan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank,
akhir Desember 2005 menunjukkan bahwa simpanan perorangan (Rp. 680, 19 trilyun)
lebih besar
dari simpanan institusi (Rp. 453,9 trilyun), dengan deposito dan tabungan
perorangan yang dominan, giro perorangan lebih besar daripada giro institusi
(data BI dan LPS, Kompas 3 Maret 2006).
Dari beberapa informasi tersebut memperlihatkan bahwa
laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) positif, tetapi sayangnya laju
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ini tidak diikuti dengan laju pertumbuhan
kredit. Berikut adalah beberapa pendapat yang bisa sebagai acuan.
Pohan (2002), meskipun bank telah menyalurkan kreditnya,
namun secara umum fungsi intermediasi perbankan masih berjalan lambat. Hal ini
dapat dilihat dari rendahnya Loan Deposit Ratio (LDR) perbankan pada akhir
tahun 2001 yaitu sebesar 33,7 %.
Sagir (2006), kelebihan likuiditas, Loan Deposit Ratio
(LDR) nisbah antara pinjaman terhadap simpanan masih rendah, hanya 50,9 % Dana
Pihak Ketiga (DPK) yang tersalurkan, karena trauma kredit macet, sehingga bank
lebih tertarik untuk menempatkan kelebihan dana pada aset yang lebih aman
(SBI), fasilitas deposito bank sentral (Fasbi) dan Surat Utang Negara (SUN).
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan masih didominasi jangka pendek, yang menurut
himpunan ketentuan perbankan yang disempurnakan tanggal 29 Mei 1993 berkaitan
dengan Loan Deposit Ratio (LDR) maka bank bisa memberikan kredit sampai batas
Loan Deposit Ratio (LDR) 110 %.
Sagir (2006) dengan memperhatikan pula warning
tentang Dana Pihak Ketiga (DPK) dari bank dunia yang berupa rekomendasi April
1997 (pra krisis 11 Juli 1997) bahwa simpanan masyarakat (DPK) masih belum
mampu menjadi pemacu investasi tinggi (tetap ada kesenjangan antara tabungan
dan investasi, saving gap).
Menurut Arsitektur Perbankan Indonesia (2006),
Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable, tingkat
profitabilitas pada umumnya bukan merupakan profitabilitas dan efisiensi yang
sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif
bank-bank.
Berbagai permasalahan yang ada mengenai peran perbankan sebagai lembaga intermediasi Kegiatan
menghimpun dan menyalurkan kredit ini hendaknya dilakukan secara optimal oleh
bank, seperti kita ketahui suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebagai Bank Sentral bahwa hendaknya posisis Loans Deposit Ratio
antara 78%- 100 %( kebijakan BI 1 Maret 2011)
Dana Pihak Ketiga (DPK) pada umumnya merupakan sumber dana terbesar dan
sebagai fondasi eksistensi bank. Hal tersebut bisa terwujud jika bank mampu menarik dana masyarakat sebanyak-banyaknya
dan bisa mengelola Dana Pihak Ketiga (DPK) secara
optimal. Fenomena yang terjadi sekarang memperlihatkan kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan semakin baik yang ditandai dengan semakin meningkatnya
keberadaan Dana Pihak Ketiga (DPK). Tetapi sayang, laju pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga (DPK) ini tidak diikuti dengan pemanfaatan Dana Pihak Ketiga (DPK)
secara optimal. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga bisa dilihat
dari posisi LDR/ Loan Deposit Ratio. Pemanfaatan Dana
Pihak Ketiga (DPK) yang tidak optimal, bisa ter libat dari posisi Loan Deposit Ratio (LDR) yang masih rendah.
Jika hal ini terus berkelanjutan dikhawatirkan sektor Industri tidak tumbuh secara optimal. Dari
fenomena yang terjadi inilah maka perumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan adalah bagaimana : Bagaimana fungsi bank sebagai lembaga
intermediasi saat ini
Konsep Tentang Perbankan
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 :
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Konsep Tentang Bank
Pengertian Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10
Tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Santoso (1996 : 1) Bank adalah suatu industri
yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media
perantara keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur. Dengan
demikian fungsi bank mencakup tiga hal pokok yaitu :
1. Sebagai pengumpul dana
2. Sebagai penjamin kredit antara
debitur dan kreditur
3. Sebagai penanggung resiko
interest rate transformasi dana dari tingkat suku bunga rendah ke tingkat suku
bunga tinggi
Pengertian di atas merupakan pengertian umum yang
menggambarkan fungsi bank secara pokok sebagai pengumpul dan penyalur dana.
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Pokok Pokok Perbankan pada pasal 1 disebutkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan
yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang.
Dari undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pokok bank
adalah :
1. Menghimpun dana dari pihak ketiga, dalam hal ini adalah
masyarakat
2. Menjadi perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan
kredit
3. Memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang
Sedangkan menurut Pohan (2002 : 1) sistem perbankan
merupakan inti sistem keuangan di Indonesia dengan empat fungsi strategis yaitu
:
1. Bank sebagai perantara antara
penabung (surplus spending unit) dengan penerima kredit (deficit spending unit)
dengan penerima kredit (deficit spending unit). Sistem perbankan merupakan
sumber dana penyediaan modal kerja maupun investasi bagi dunia usaha dan unit
ekonomi lainnya
2. Bank merupakan lembaga keuangan
yang dapat mengelola resiko keuangan
3. Bank merupakan pelaksana
kebijakan moneter
4. Sistem perbankan merupakan
penyelenggara sistem pembayaran nasional
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa bank merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai perantara
(intermediasi) antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan
dana, memperlancar arus pembayaran dimana aktivitasnya bertujuan untuk
meningkatkan taraf kehidupan rakyat. Sedangkan berdasarkan fungsinya dalam
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 digolongkan menjadi :
1. Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip
Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
2. Bank Perkreditan Rakyat adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran
Jika dicermati dari pengertian tersebut maka kegiatan
bank umum baik bank umum konvensional maupun bank umum syariah lebih luas
daripada Bank Perkreditan Rakyat. Hal ini tercermin dari jenis simpanan yang
diberikan oleh masing-masing kedua jenis bank tersebut, jika bank umum
memberikan simpanan dalam bentuk tabungan, giro dan deposito atau pada bank
umum syariah biasa disebut dengan tabungan mudharabah, giro wadiah dan deposito
mudharabah. Definisi di atas disebut dengan memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat hanya menerima simpanan dalam
bentuk tabungan dan deposito dan tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Pembagian Bank Dilihat Dari Cara Menentukan Harga
Jika dilihat dari cara menentukan harga menurut Kasmir (2002 : 37)
dibagi menjadi :
1. Bank berdasarkan prinsip konvensional
2. Bank berdasarkan prinsip syariah
Penjelasan tentang bank, berdasarkan prinsip konvensional
Bank berdasarkan prinsip konvensional dalam mencari keuntungan dan
menentukan harga menggunakan 2 metode yaitu :
1. Menetapkan bunga sebagai harga,
baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian
pula untuk produk pinjamannya / kredit. Penetapan harga ini dikenal dengan
istilah spread based. Pendapatan dari
aktivitas ini disebut dengan pendapatan bunga atau interes income
2. Untuk jasa-jasa lainnya selain
aktivitas menyimpan dan menyalurkan dana adalah berdasarkan fee based, yaitu
dengan cara menerapkan berbagai biaya atau prosentase tertentu. Hal ini
dilakukan pada produk-produk transfer, bank garansi, L/C dll. Pendapatan dari aktivitas ini disebut dengan
pendapatan diluar bunga atau non interes income
Berikut akan kami jelaskan pengertian dari aktivitas
bank menerima simpanan dan meyalurkan kredit sebagai usaha pokok bank
MENERIMA SIMPANAN
Kegiatan bank dalam menghimpun dana
masyarakat disebut dengan simpanan. Simpanan ini lazim pula dalam dunia
perbankan disebut dengan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga atau disingkat dengan DPK adalah dana
yang berasal dari simpanan masyarakat baik dalam bentuk tabungan, deposito maupun giro seperti
diutarakan oleh : Sagir (2006) bahwa ditetapkan oleh Undang-Undang Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Bank Umum maupun ketentuan prinsip bank sebagai
lembaga intermediasi, jelas tertulis bahwa Bank merupakan lembaga intermediasi
antara nasabah penyimpan dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito) untuk
disalurkan ke dunia bisnis dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Peningkatan taraf hidup rakyat banyak terjadi karena adanya kesempatan kerja
dari investasi dunia bisnis yang bersumber dari dana kredit perbankan.
Tabungan
Tabungan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertantu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu
tabungan (saving deposit) menurut Manurung M dan Rahardja P (2004 : 137) adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dari dua acuan tersebut memberikan
pengertian bahwa ada syarat syarat tertentu yang harus dipatuhi, syarat-syarat tersebut
misalkan tentang saldo minimum, batas maksimal pengambilan atau tentang batas
minimal penyetoran dan sebagainya.
Deposito
Pengertian deposito menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian
nasabah dan bank. Seperti diutarakan oleh Kasmir (2004 : 80) jangka waktu deposito
biasanya bervariasi mulai dari 1, 3, 6, 12 atau 24 bulan sedangkan bunga bisa
diambil tiap bulan baik tunai maupun pemindah bukuan
Giro
Giro menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan emenggunakan cek, bilyet, giro sarana perintah pembayaran
lainnya atau dengan pemindahbukuan. Seperti diutarakan oleh Sinungan (1994 :
163) bagi pengusaha kecil, menengah ataupun besar dan kaum menengah ke atas,
mempunyai rekening giro pada bank sudah merupakan kebutuhan mutlak demi kelancaran berbagai
urusan pembayaran. Megu dkk (2000 : 83) mengutarakan bahwa sumberdaya merupakan
salah satu hal mendasar yang mempertimbangkan dalam rangka akrtivitas pemberian
pinjaman. Salah satu jenis sumberdana utama yang perlu dihimpun dan dikelola
dengan baik oleh bank adalah giro, karena sumberdaya ini memiliki potensi
terbesar untuk memberikan kontribusi biaya dana termurah, bila dibandingkan
dengan jenis yang lain.
Dari beberapa pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa
kelebihan giro bagi nasabah penyimpan adalah bisa diambil sewaktu-waktu tanpa
syarat syarat tertentu baik nominal maupun jangka waktunya serta biaya yang murah tetapi bagi bank dana ini harus dikelola dengan cermat karena
sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak penyimpan dana. Oleh karena itu biasanya
dana giro ini
disalurkan untuk kredit jangka pendek.
MENYALURKAN DANA
Kegiatan menyalurkan dana yang
dilakukan oleh Bank sebagai lembaga intermediasi adalah kegiatan memberikan
kredit kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat,seperti
yang tertera dalam UU Perbankan No 10 Tahun 1998 yang menyatakan Kredit adalah:
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu , berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga
Pemberian kredit dalam Perbankan yang
mempunyai prinsip Syariah disebut dengan pembiayaan, dalam UU Perbankan No 10
tahun 1998 pembiayaan adalah: Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil
Tidak seorangpun hakekatnya ingin
terlibat dalam hutang/ No one like to be in debt, tetapi dalam kehidupan hampir
disetiap lini kebutuhan senantiasa ada penawaran kredit dan banyak orang berebut
mendapatkannya, itulah fenomena yang ada
PEMBAHASAN
PERAN BANK SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI
Peran bank dalam aktivitas menerima simpanan masyarakat dan menyalurkan
dana kemasyarakat bisa dilihat dari besarnya Loan Deposit Ratio/LDR, dimana rumus LDR
adalah Loan/deposito (Mandala Manurung dan Pratama Raharja 2004:150) , loan
adalah besarnya kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat, sedangkan
deposito adalah dana masyarakat yang disimpan dibank baik dalam bentuk
deposito, giro dan tabungan yang biasa pula disebut Dana Pihak Ketiga/DPK.
Besarnya Loan Deposit Ratio yang ditetapkan Bank Indonesia dan harus ditaati oleh
bank mulai 1 Maret 2011 adalah pada kisaran 78 %- 100% (Peraturan Bank Indonesia nomor 1/19/PBI/2010) .Berikut
adalah informasi LDR untuk 4 bank besar milik Pemerintah
LDR Bank
milik pemerintah
Nama Bank
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
Mean LDR
|
BNI
|
65,18 %
|
60,45 %
|
66,57 %
|
73,3 %
|
66,38 %
|
MANDIRI
|
84,24 %
|
60,98 %
|
48,21 %
|
76 %
|
67,36 %
|
BRI
|
75,63 %
|
76,44 %
|
70,91 %
|
85,23 %
|
77,05 %
|
BTN
|
98,28 %
|
99,46 %
|
107,44 %
|
104 %
|
102,30 %
|
Sumber:www.imfeui.com,pasarmodal.inilah.com,www.infobanknews.com,
diolah
BNI’46
Jika diperhatikan dari
tahun 2008 sampai 2011 BNI telah melakukan peningkatan fungsi intermediasi
secara bertahap, dalam memenuhi ketentuan LDR yang ditetapkan BI,
tetapi belum memenuhi kisaran 78 %- 100%
sesuai ketetapan BI. Mean/ rata-rata LDR 66,38 %, masih jauh dibawah ketetapan
minimal yang dianjurkan sebesar 78 % . Perlu dicermati bahwa rendahnya posisi
LDR ini adalah akan berkurangnya pendapatan
dari sisi interest income atau pendapatan bunga, karena kredit yang disalurkan
masih rendah dan tentunya akan berimbas pada besarnya laba. Selain itu dana
yang sebetulnya bisa disalurkan sebagai kredit dalam rangka lebih menghidupkan fungsi
produksi dan perekonomian masyarakat masih merupakan idle fund/ dana yang
menganggur.Dampaknya bagi masyarakat juga kurang bisa mendorong fungsi produksi
masyarakat yang sebetulnya memerlukan tambahan modal. Maka, peningkatan LDR
dengan terus melakukan penambahan penyaluran
kredit tersebut yang perlu terus ditingkatkan dalam mencapai hakekat
fungsi bank sebagai lembaga intermediasi, seperti yang diutarakan oleh Direktur
Utama BNI Gatot M. Suwondo, kepada wartawan di Wisma BNI’46, Jakarta, Rabu, 27
April 2011 Jakarta–Dalam
menumbuhkan rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposite ratio (LDR)
sesuai aturan Bank Indonesia (BI) dalam rentang 78-100%, “LDR kita targetkan
capai 75-80%, kita naikkan secara gradual (bertahap). Menurutnya, LDR
sendiri merupakan sarana mengukur fungsi intermediasi. BNI sendiri akan
mendorong peningkatan LDR sesuai aturan BI itu dengan tetap menjaga kualitas
aset.“Nah, kita tetap jaga kualitas itu karena hitnya ke bottom
line (laba),” ucapnya.
Bank MANDIRI
PT Bank Mandiri Tbk terkait rasio kredit
terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) perseroan yang masih di bawah
ketentuan Bank Indonesia (BI). (lihat tabel), maka bank Mandiri harus mengoptimalkan
peran intermediasinya dengan menggulirkan kredit kemasyarakat lebih bnyak untuk
meggerakan perekonomian lebih aktif lagi. Dilihat dari mean/ rata-rata LDR selama
4 tahun kebelakang posisi LDR masih sangat rendah yaitu 67,36 %. Mulai dari
ketetapan LDR digulirkan mulai 1 Maret
2011 yaitu sebesar 78 %-100%, maka jika ada bank yang masih belum sesuai
ketentuan akan terkena disinsentif
BANKTABUNGANNEGARA
Posisi LDR BTN pada tahun 2008- 2009 sudah berada dikisaran ketetapan BI, hal ini telah menunjukan bahwa fungsi intermediasi telah terealisasi dengan baik, bahkan jika dilihat pada tahun 2010 dan 2011 berada sedikit diatas ketentuan yaitu tahun 2010 sebesar 107,44 % dan tahun 2011 sebesar 104 %, kelebihan ini memang tidak terlalu besar tetapi perlu diwaspadai, jika LDR diatas ketentuan BI maka sesuai dengan tujuan BI mengadakan penbatasan LDR hingga maksimum sebesar 100% adalah untuk menjaga posisi likuiditas agar tetap terjaga dengan baik . Seperti kita ketahui bahwa fungsi LDR adalah sebagai indikator untuk melihat kemampuan likuiditas Bank. Likuiditas adalah kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendek Bank, oleh karena itu jika posisi likuiditas terganggu karena posisi LDR yang terlalu tinggi maka Bank bisa menjadi tidak mampu membayar kewajiban jangka pendeknya termasuk membayar kewajaban kepada nasabah simpanan baik simpanan giro, tabungan maupun deposito. Padahal landasan dasar sustainability bank adalah kepercayaaan masyarakat, jika masyarakat sudah tidak percaya terhadap suatu Bank kemudian terjadi Rush ( penarikan dan besar2an oleh masyarakat ) maka sebesar apapun Bank pasti akan oleng. Itulah sebabnya manajemen likiditas yang cerdik bagi sebuah bank menjadi suatu keharusan. Direktur Utama BTN Iqbal Latanro menyatakan bahwa LDR BTN saat ini sudah berada di atas 78 persen dengan rasio kecukup modal (capital adequacy ratio/CAR) yang cukup tinggi yaitu sebesar 14 persen."Terkait GWM-LDR yang baru, untuk BTN sendiri tidak berdampak. Karena BTN sendiri mempunyai LDR yang cukup tinggi, dengan capital equidity ratio (CAR) diatas 14 persen sehingga kami tidak memperoleh disinsentif, tentu kita harapkan seperti ini kedepannya," ujar Iqbal ketika ditemui pada acara workshop wartawan yang diselengarakan oleh bank BTN, di Hotel Aston Primera, Pasteur, Bandung,Sabtu(11/12/2010).
BTN menganggap angka yang ditetapkan berdasarkan peraturan dari BI tentang kenaikan LDR dari 77,06 persen menjadi 78 persen adalah hal wajar bagi bank-bank besar.
Posisi LDR BTN pada tahun 2008- 2009 sudah berada dikisaran ketetapan BI, hal ini telah menunjukan bahwa fungsi intermediasi telah terealisasi dengan baik, bahkan jika dilihat pada tahun 2010 dan 2011 berada sedikit diatas ketentuan yaitu tahun 2010 sebesar 107,44 % dan tahun 2011 sebesar 104 %, kelebihan ini memang tidak terlalu besar tetapi perlu diwaspadai, jika LDR diatas ketentuan BI maka sesuai dengan tujuan BI mengadakan penbatasan LDR hingga maksimum sebesar 100% adalah untuk menjaga posisi likuiditas agar tetap terjaga dengan baik . Seperti kita ketahui bahwa fungsi LDR adalah sebagai indikator untuk melihat kemampuan likuiditas Bank. Likuiditas adalah kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendek Bank, oleh karena itu jika posisi likuiditas terganggu karena posisi LDR yang terlalu tinggi maka Bank bisa menjadi tidak mampu membayar kewajiban jangka pendeknya termasuk membayar kewajaban kepada nasabah simpanan baik simpanan giro, tabungan maupun deposito. Padahal landasan dasar sustainability bank adalah kepercayaaan masyarakat, jika masyarakat sudah tidak percaya terhadap suatu Bank kemudian terjadi Rush ( penarikan dan besar2an oleh masyarakat ) maka sebesar apapun Bank pasti akan oleng. Itulah sebabnya manajemen likiditas yang cerdik bagi sebuah bank menjadi suatu keharusan. Direktur Utama BTN Iqbal Latanro menyatakan bahwa LDR BTN saat ini sudah berada di atas 78 persen dengan rasio kecukup modal (capital adequacy ratio/CAR) yang cukup tinggi yaitu sebesar 14 persen."Terkait GWM-LDR yang baru, untuk BTN sendiri tidak berdampak. Karena BTN sendiri mempunyai LDR yang cukup tinggi, dengan capital equidity ratio (CAR) diatas 14 persen sehingga kami tidak memperoleh disinsentif, tentu kita harapkan seperti ini kedepannya," ujar Iqbal ketika ditemui pada acara workshop wartawan yang diselengarakan oleh bank BTN, di Hotel Aston Primera, Pasteur, Bandung,Sabtu(11/12/2010).
BTN menganggap angka yang ditetapkan berdasarkan peraturan dari BI tentang kenaikan LDR dari 77,06 persen menjadi 78 persen adalah hal wajar bagi bank-bank besar.
BANK RAKYAT INDONESIA (BRI)
Posisi
LDR BRI pada tahun 2008, 2009 dan 2010 masih
berada sedikit dibawah 78 % tetapi pada
tahun 2011 sudah mengikuti peraturan BI yaitu posisi LDR BRI sebesar 85,23 %,
yang mana aturan tersebut memang harus
dijalankan mulai dari 1Maret 2011. JAKARTA (IFT) – Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga atau loan to
deposit ratio (LDR) PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), menurut analisis
Departemen Riset IFT. Level LDR yang tinggi ini disebabkan pertumbuhan
penyaluran pembiayaan BRI lebih tinggi dibanding kenaikan dana pihak ketiga. Pada semester I, 2011, total aset BRI naik 15,74%
(year-on-year) menjadi Rp 370,3 triliun dibanding semester I 2010. Kenaikan
aset BRI ditopang pertumbuhan total kredit sebesar 17,55% menjadi Rp 265, 82 triliun. Kredit skala mikro
pada semester I 2011 tumbuh 35% menjadi Rp 84 triliun, kredit konsumsi naik 19%
menjadi Rp 54,4 triliun, dan kredit korporasi meningkat 15% menjadi Rp 52,8
triliun.
KESIMPULAN
Bank adalah lembaga intermediasi
yaitu: lembaga perantara antara yang kelebihan dana dan yang membutuhkan dana.
Indikator yang bisa dipakai untuk melihat fungsi bank sebagai lembaga
intermediasi adalah Loan Deposit Ratio/ LDR. Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral memberi ukuran agar pada masing-masing bank mempunyai ukuran LDR antara
78 %- 100 %.Jika kurang dari 78% maka
kepada bank tersebut harus lebih gencar
dalam menyalurkan kredit dalam rangka mendorong peningkatkan produksi dan
perekonomian rakyat, tetapi bagi yang mempunyai ukuran lebih dari 100%, agar lebih waspada terhadap
kondisi likuiditas. Berkaitan dengan hal tersebut maka Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral akan memberlakukan disinsentif bagi bank yang posisi LDRnya tidak
berada pada ranah yang ditetapkan BI
Empat bank plat merah, selama 4 tahun
dimulai dari tahun 2008- 2011 yang
mempunyai mean/rata-rata LDR mulai yang terendah adalah BNI’46 sebesar 66,38 %,
Bank Mandiri sebesar 67,36 %, BRI sebesar 77,05 % dan BTN sebesar 102,30 %, hal
tersebut menunjukkan bahwa 3 bank masih
berada dibawah ketentuan batas minimal yaitu 78% berarti 3 bank tersebut
harus menggejot penyaluran kredit untuk mewujutkan hakekat fungsi bank sebagai
lembaga intermediasi.
Dilihat dari besaran LDR maka keempat
bank plat merah ini masing-masing menunjukkan tren naik, artinya bahwa semua
bank plat merah tersebut telah berupaya untuk memenuhi ketetapan BI sebagai
Bank Sentral,hal tersebut menunjukkan hal yang sangat positif untuk kemajuan
perekonomian dan optimalisasi proses produksi
Terlepas masih kurangnya ukuran LDR
terhadap ketentuan minimal yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu 78% , tetapi
sebetulnya telah terjadi peningkatan penyaluran kredit yang sangat bagus
mengingat yang terjadi setelah krisis moneter tahun 1997 sesuai yang kami sampaikan dalam bab
pendahuluan yaitu rasio indutri LDR perbankan tahun 2001 sebesar 33,7%
(Pohan:2002) dan tahun 2006 meningkat sebesar 50,9 % (Sagir:2006)
Dari peningkatan penyaluran kredit
yang telah dilakukan oleh bank plat merah telah kita acungi jempol semoga dalam
waktu yng tidak lama sudah memenuhi ketetapan yang diminta oleh BI, untuk
selanjutnya maka yang perlu kita teliti adalah bahwa dari dana yang telah
disalurkan tersebut apakah yang 20% telah tersalurkan untuk UMKM sesuai
ketetapan Bank Indonesia, silahkan untuk penelitian selanjutnya
Literatur
Kasmir,SE,MM,2002,Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Mandala Manurung dan Pratama Rahardja, 2004, Uang,
Perbankan, dan Ekonomi Moneter,
Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
M Sinungan, Manajemen Dana Bank,1992, Rineka Cipta, Jakarta
Peraturan Bank Indonesia No 12/19/PBI/2010
UU Perbankan No 10 tahun 1998
www.imfeui.com,pasarmodal.inilah.com,www.infobanknews.com
( Rabu 23 Januari 2013 pukul 20:01)
Lengkap sekali infonya, mbak. Terima kasih :)
BalasHapus