Selasa, 26 Maret 2013

PERAN BANK SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI



PERAN BANK SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI
Oleh: Sri Nuringwahyu
PENDAHULUAN
Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 merupakan badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sebagai suatu lembaga keuangan, bank mempunyai kegiatan baik funding maupun financing atau menghimpun dan menyalurkan dana. Jadi sebagai lembaga intermediasi bank berperan menjadi perantara antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana
Fokus artikel ini adalah pada seperti apa peran bank khususnya bank Umum konvensional milik pemerintah dalam perannya sebagi lembaga intermediasi. Bank umum milik Pemerintah meliputi Bank Mandiri, BNI’46, BRI, BTN  . Mengapa memilih Bank Umum Pemerintah, hal tersebut karena 4 bank yang telah kami sebutkan termasuk katagori 10 bank dengan asset terbesar ( Bank Indonesia : 2011) dan mengapa bank Pemerintah karena secara psikhologi bahwa bank Pemerintah harus bisa menjadi contoh, bahwa bank harus bisa menjadi lembaga intermediasi yang baik. Bank umum menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan bank konvensional adalah bank yang mengetrapkan sistem bunga.
 Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang berasal dari simpanan masyarakat, dalam berbagai bentuk. Simpanan menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Keberadaan Dana Pihak Ketiga ini mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan pendapatan bank, karena dari Dana Pihak Ketiga kemudian disalurkan menjadi kredit. Kredit yang disalurkan  bank akan mendapatkan tingkat pengembalian berupa hasil bunga. Selanjutnya besar kecilnya hasil bunga akan sangat mempengaruhi besar kecilnya profitabilitas. Oleh karena kemudian optimalisasi Dana Pihak Ketiga menjadi sangat penting di dalam meningkatkan profitabilitas. Tidak kalah pentingnya fenomena yang berkembang saat ini adalah tentang laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan keberadaan Loan Deposit Ratio (LDR). Loan Deposit Ratio (LDR) adalah perbandingan antara Pinjaman dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Loan Deposit Ratio (LDR) pasca krismon tahun 1997, memperlihatkan bahwa bank belum mengelola dana Dana Pihak Ketiga (DPK) secara optimal sesuai dengan tugas bank sebagai lembaga intermediasi. Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa kutipan berikut ini :
Suseno dan Abdullah (2003:61) bahwa sejak awal tahun 1998, awal dari krisis perbankan, laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami penurunan yang berkesinambungan (diikuti pula penurunan laju pertumbuhan kredit). Penurunan laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ini merupakan cerminan rendahnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan. Penurunan laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut dapat dihentikan pada awal tahun 1999 dan dapat dipertahankan untuk tetap positif hingga tahun 2002. Hal ini dapat diartikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sudah mulai pulih.
Menurut Pohan (2002:7) menyatakan kondisi perbankan secara umum telah berangsur-angsur pulih ditandai dengan pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya Dana Pihak Ketiga (DPK) ke perbankan secara gradual atau rata-rata 3,3 % per triwulan selama tahun 2000 dan 2,6 % per triwulan selama tahun 2001.
Sagir (2006) : Simpanan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank, akhir Desember 2005 menunjukkan bahwa simpanan perorangan (Rp. 680, 19 trilyun) lebih besar dari simpanan institusi (Rp. 453,9 trilyun), dengan deposito dan tabungan perorangan yang dominan, giro perorangan lebih besar daripada giro institusi (data BI dan LPS, Kompas 3 Maret 2006).
Dari beberapa informasi tersebut memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) positif, tetapi sayangnya laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ini tidak diikuti dengan laju pertumbuhan kredit. Berikut adalah beberapa pendapat yang bisa sebagai acuan.
Pohan (2002), meskipun bank telah menyalurkan kreditnya, namun secara umum fungsi intermediasi perbankan masih berjalan lambat. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya Loan Deposit Ratio (LDR) perbankan pada akhir tahun 2001 yaitu sebesar 33,7 %.
Sagir (2006), kelebihan likuiditas, Loan Deposit Ratio (LDR) nisbah antara pinjaman terhadap simpanan masih rendah, hanya 50,9 % Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tersalurkan, karena trauma kredit macet, sehingga bank lebih tertarik untuk menempatkan kelebihan dana pada aset yang lebih aman (SBI), fasilitas deposito bank sentral (Fasbi) dan Surat Utang Negara (SUN). Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan masih didominasi jangka pendek, yang menurut himpunan ketentuan perbankan yang disempurnakan tanggal 29 Mei 1993 berkaitan dengan Loan Deposit Ratio (LDR) maka bank bisa memberikan kredit sampai batas Loan Deposit Ratio (LDR) 110 %.
Sagir (2006) dengan memperhatikan pula warning tentang Dana Pihak Ketiga (DPK) dari bank dunia yang berupa rekomendasi April 1997 (pra krisis 11 Juli 1997) bahwa simpanan masyarakat (DPK) masih belum mampu menjadi pemacu investasi tinggi (tetap ada kesenjangan antara tabungan dan investasi, saving gap).
Menurut Arsitektur Perbankan Indonesia (2006), Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable, tingkat profitabilitas pada umumnya bukan merupakan profitabilitas dan efisiensi yang sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif bank-bank.
Berbagai permasalahan yang ada mengenai peran perbankan sebagai lembaga intermediasi Kegiatan menghimpun dan menyalurkan kredit ini hendaknya dilakukan secara optimal oleh bank, seperti kita ketahui suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral bahwa hendaknya posisis Loans Deposit Ratio antara 78%- 100 %( kebijakan BI 1 Maret 2011)
Dana Pihak Ketiga (DPK) pada umumnya merupakan sumber dana terbesar dan sebagai fondasi eksistensi bank. Hal tersebut bisa terwujud jika bank mampu menarik dana masyarakat sebanyak-banyaknya dan bisa mengelola Dana Pihak Ketiga (DPK) secara optimal. Fenomena yang terjadi sekarang memperlihatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan semakin baik yang ditandai dengan semakin meningkatnya keberadaan Dana Pihak Ketiga (DPK). Tetapi sayang, laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ini tidak diikuti dengan pemanfaatan Dana Pihak Ketiga (DPK) secara optimal.  Pengelolaan Dana Pihak Ketiga bisa dilihat dari posisi LDR/ Loan Deposit Ratio. Pemanfaatan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tidak optimal, bisa ter libat dari posisi  Loan Deposit Ratio (LDR) yang masih rendah. Jika hal ini terus berkelanjutan dikhawatirkan sektor Industri tidak tumbuh secara optimal. Dari fenomena yang terjadi inilah maka perumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan  adalah bagaimana : Bagaimana fungsi bank sebagai lembaga intermediasi saat ini
Konsep Tentang Perbankan
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 : Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Konsep Tentang Bank
Pengertian Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Santoso (1996 : 1) Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur. Dengan demikian fungsi bank mencakup tiga hal pokok yaitu :
1. Sebagai pengumpul dana
2. Sebagai penjamin kredit antara debitur dan kreditur
3. Sebagai penanggung resiko interest rate transformasi dana dari tingkat suku bunga rendah ke tingkat suku bunga tinggi
Pengertian di atas merupakan pengertian umum yang menggambarkan fungsi bank secara pokok sebagai pengumpul dan penyalur dana. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok Pokok Perbankan pada pasal 1 disebutkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Dari undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pokok bank adalah :
1. Menghimpun dana dari pihak ketiga, dalam hal ini adalah masyarakat
2. Menjadi perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit
3. Memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang
Sedangkan menurut Pohan (2002 : 1) sistem perbankan merupakan inti sistem keuangan di Indonesia dengan empat fungsi strategis yaitu :
1. Bank sebagai perantara antara penabung (surplus spending unit) dengan penerima kredit (deficit spending unit) dengan penerima kredit (deficit spending unit). Sistem perbankan merupakan sumber dana penyediaan modal kerja maupun investasi bagi dunia usaha dan unit ekonomi lainnya
2. Bank merupakan lembaga keuangan yang dapat mengelola resiko keuangan
3. Bank merupakan pelaksana kebijakan moneter
4. Sistem perbankan merupakan penyelenggara sistem pembayaran nasional
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bank merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai perantara (intermediasi) antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana, memperlancar arus pembayaran dimana aktivitasnya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat. Sedangkan berdasarkan fungsinya dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 digolongkan menjadi :
1. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
Jika dicermati dari pengertian tersebut maka kegiatan bank umum baik bank umum konvensional maupun bank umum syariah lebih luas daripada Bank Perkreditan Rakyat. Hal ini tercermin dari jenis simpanan yang diberikan oleh masing-masing kedua jenis bank tersebut, jika bank umum memberikan simpanan dalam bentuk tabungan, giro dan deposito atau pada bank umum syariah biasa disebut dengan tabungan mudharabah, giro wadiah dan deposito mudharabah. Definisi di atas disebut dengan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat hanya menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito dan tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pembagian Bank Dilihat Dari Cara Menentukan Harga
Jika dilihat dari cara menentukan harga menurut Kasmir (2002 : 37) dibagi menjadi :
1. Bank berdasarkan prinsip konvensional
2. Bank berdasarkan prinsip syariah
Penjelasan tentang bank, berdasarkan prinsip konvensional
Bank berdasarkan prinsip konvensional dalam mencari keuntungan dan menentukan harga menggunakan 2 metode yaitu :
1. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula untuk produk pinjamannya / kredit. Penetapan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Pendapatan dari aktivitas ini disebut dengan pendapatan bunga atau interes income
2. Untuk jasa-jasa lainnya selain aktivitas menyimpan dan menyalurkan dana adalah berdasarkan fee based, yaitu dengan cara menerapkan berbagai biaya atau prosentase tertentu. Hal ini dilakukan pada produk-produk transfer, bank garansi, L/C dll. Pendapatan dari aktivitas ini disebut dengan pendapatan diluar bunga atau non interes income
Berikut akan kami jelaskan pengertian dari aktivitas bank menerima simpanan dan meyalurkan kredit sebagai usaha pokok bank
MENERIMA  SIMPANAN
            Kegiatan bank dalam menghimpun dana masyarakat disebut dengan simpanan. Simpanan ini lazim pula dalam dunia perbankan disebut dengan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga atau disingkat dengan DPK adalah dana yang berasal dari simpanan masyarakat baik dalam bentuk tabungan, deposito maupun giro seperti diutarakan oleh : Sagir (2006) bahwa ditetapkan oleh Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Bank Umum maupun ketentuan prinsip bank sebagai lembaga intermediasi, jelas tertulis bahwa Bank merupakan lembaga intermediasi antara nasabah penyimpan dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito) untuk disalurkan ke dunia bisnis dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Peningkatan taraf hidup rakyat banyak terjadi karena adanya kesempatan kerja dari investasi dunia bisnis yang bersumber dari dana kredit perbankan.
Tabungan
Tabungan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertantu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu tabungan (saving deposit) menurut Manurung M dan Rahardja P (2004 : 137) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dari dua acuan tersebut memberikan pengertian bahwa ada syarat syarat tertentu yang harus dipatuhi, syarat-syarat tersebut misalkan tentang saldo minimum, batas maksimal pengambilan atau tentang batas minimal penyetoran dan sebagainya.
Deposito
Pengertian deposito menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah dan bank. Seperti diutarakan oleh Kasmir (2004 : 80) jangka waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1, 3, 6, 12 atau 24 bulan sedangkan bunga bisa diambil tiap bulan baik tunai maupun pemindah bukuan
Giro
Giro menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan emenggunakan cek, bilyet, giro sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. Seperti diutarakan oleh Sinungan (1994 : 163) bagi pengusaha kecil, menengah ataupun besar dan kaum menengah ke atas, mempunyai rekening giro pada bank sudah merupakan kebutuhan mutlak demi kelancaran berbagai urusan pembayaran. Megu dkk (2000 : 83) mengutarakan bahwa sumberdaya merupakan salah satu hal mendasar yang mempertimbangkan dalam rangka akrtivitas pemberian pinjaman. Salah satu jenis sumberdana utama yang perlu dihimpun dan dikelola dengan baik oleh bank adalah giro, karena sumberdaya ini memiliki potensi terbesar untuk memberikan kontribusi biaya dana termurah, bila dibandingkan dengan jenis yang lain.
Dari beberapa pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa kelebihan giro bagi nasabah penyimpan adalah bisa diambil sewaktu-waktu tanpa syarat syarat tertentu baik nominal maupun jangka waktunya serta biaya yang murah tetapi bagi bank   dana ini harus dikelola dengan cermat karena sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak penyimpan dana. Oleh karena itu biasanya dana giro ini disalurkan untuk kredit jangka pendek.
MENYALURKAN DANA
           Kegiatan menyalurkan dana yang dilakukan oleh Bank sebagai lembaga intermediasi adalah kegiatan memberikan kredit kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat,seperti yang tertera dalam UU Perbankan No 10 Tahun 1998 yang menyatakan Kredit adalah: penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu , berdasarkan persetujuan atau kesepakatan  pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga
Pemberian kredit dalam Perbankan yang mempunyai prinsip Syariah disebut dengan pembiayaan, dalam UU Perbankan No 10 tahun 1998 pembiayaan adalah: Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil 
Tidak seorangpun hakekatnya ingin terlibat dalam hutang/ No one like to be in debt, tetapi dalam kehidupan hampir disetiap lini kebutuhan senantiasa ada penawaran kredit dan banyak orang berebut mendapatkannya, itulah fenomena yang ada
PEMBAHASAN
PERAN BANK SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI
            Peran bank dalam aktivitas menerima simpanan masyarakat dan menyalurkan dana kemasyarakat bisa dilihat dari besarnya  Loan Deposit Ratio/LDR, dimana rumus LDR adalah Loan/deposito (Mandala Manurung dan Pratama Raharja 2004:150) , loan adalah besarnya kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat, sedangkan deposito adalah dana masyarakat yang disimpan dibank baik dalam bentuk deposito, giro dan tabungan yang biasa pula disebut Dana Pihak Ketiga/DPK. Besarnya Loan Deposit Ratio yang ditetapkan Bank Indonesia dan harus ditaati oleh bank mulai 1 Maret 2011 adalah pada kisaran 78 %- 100% (Peraturan  Bank Indonesia nomor 1/19/PBI/2010) .Berikut adalah informasi LDR untuk 4 bank besar milik Pemerintah



LDR  Bank milik pemerintah
Nama Bank
2008
2009
2010
2011
Mean LDR
BNI
65,18 %
60,45 %
66,57 %
73,3 %
66,38 %
MANDIRI
84,24 %
60,98 %
48,21 %
76 %
67,36 %
BRI
75,63 %
76,44 %
70,91 %
85,23 %
77,05 %
BTN
98,28 %
99,46 %
107,44 %
104 %
102,30 %
Sumber:www.imfeui.com,pasarmodal.inilah.com,www.infobanknews.com, diolah
BNI’46
Jika diperhatikan dari tahun 2008 sampai 2011 BNI telah melakukan peningkatan fungsi intermediasi secara bertahap, dalam memenuhi ketentuan LDR yang ditetapkan BI, tetapi belum  memenuhi kisaran 78 %- 100% sesuai ketetapan BI. Mean/ rata-rata LDR 66,38 %, masih jauh dibawah ketetapan minimal yang dianjurkan sebesar 78 % . Perlu dicermati bahwa rendahnya posisi LDR ini adalah  akan berkurangnya pendapatan dari sisi interest income atau pendapatan bunga, karena kredit yang disalurkan masih rendah dan tentunya akan berimbas pada besarnya laba. Selain itu dana yang sebetulnya bisa disalurkan sebagai kredit dalam rangka lebih menghidupkan fungsi produksi dan perekonomian masyarakat masih merupakan idle fund/ dana yang menganggur.Dampaknya bagi masyarakat juga kurang bisa mendorong fungsi produksi masyarakat yang sebetulnya memerlukan tambahan modal. Maka, peningkatan LDR dengan terus melakukan penambahan penyaluran  kredit tersebut yang perlu terus ditingkatkan dalam mencapai hakekat fungsi bank sebagai lembaga intermediasi, seperti yang diutarakan oleh Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo, kepada wartawan di Wisma BNI’46, Jakarta, Rabu, 27 April 2011 Jakarta–Dalam menumbuhkan rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposite ratio (LDR) sesuai aturan Bank Indonesia (BI) dalam rentang 78-100%, “LDR kita targetkan capai 75-80%, kita naikkan secara gradual (bertahap). Menurutnya, LDR sendiri merupakan sarana mengukur fungsi intermediasi. BNI sendiri akan mendorong peningkatan LDR sesuai aturan BI itu dengan tetap menjaga kualitas aset.“Nah, kita tetap jaga kualitas itu karena hitnya ke bottom line (laba),” ucapnya.
Bank MANDIRI   
 PT  Bank  Mandiri Tbk  terkait rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) perseroan yang masih di bawah ketentuan Bank Indonesia (BI). (lihat  tabel), maka bank Mandiri harus mengoptimalkan peran intermediasinya dengan menggulirkan kredit kemasyarakat lebih bnyak untuk meggerakan perekonomian lebih aktif lagi. Dilihat dari mean/ rata-rata LDR selama 4 tahun kebelakang posisi LDR masih sangat rendah yaitu 67,36 %. Mulai dari ketetapan  LDR digulirkan mulai 1 Maret 2011 yaitu sebesar 78 %-100%, maka jika ada bank yang masih belum sesuai ketentuan akan terkena disinsentif
 BANKTABUNGANNEGARA
Posisi  LDR BTN pada tahun 2008- 2009 sudah berada dikisaran ketetapan BI, hal ini telah menunjukan bahwa fungsi intermediasi telah terealisasi dengan baik, bahkan jika dilihat pada tahun 2010 dan 2011 berada sedikit diatas ketentuan yaitu tahun 2010 sebesar 107,44 % dan tahun 2011 sebesar 104 %, kelebihan ini memang tidak terlalu besar tetapi perlu diwaspadai, jika LDR diatas ketentuan BI maka sesuai dengan tujuan BI mengadakan penbatasan LDR hingga maksimum sebesar 100% adalah untuk menjaga posisi likuiditas agar tetap terjaga dengan baik . Seperti kita ketahui bahwa fungsi LDR adalah sebagai indikator untuk melihat kemampuan likuiditas Bank. Likuiditas adalah kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendek Bank, oleh karena itu jika posisi likuiditas terganggu karena posisi LDR yang terlalu tinggi maka Bank bisa menjadi tidak mampu membayar kewajiban jangka pendeknya termasuk membayar kewajaban kepada nasabah simpanan baik simpanan giro, tabungan maupun deposito. Padahal landasan dasar sustainability bank adalah kepercayaaan masyarakat, jika masyarakat sudah tidak percaya terhadap suatu Bank kemudian terjadi Rush ( penarikan dan besar2an oleh masyarakat ) maka sebesar  apapun Bank  pasti akan oleng. Itulah sebabnya manajemen likiditas yang cerdik bagi sebuah bank  menjadi suatu keharusan. Direktur Utama BTN Iqbal Latanro menyatakan bahwa LDR BTN saat ini sudah berada di atas 78 persen dengan rasio kecukup modal (capital adequacy ratio/CAR) yang cukup tinggi yaitu sebesar 14 persen."Terkait GWM-LDR yang baru, untuk BTN sendiri tidak  berdampak. Karena BTN sendiri mempunyai LDR yang cukup tinggi, dengan capital equidity ratio (CAR) diatas 14 persen sehingga kami tidak memperoleh disinsentif, tentu kita harapkan seperti ini kedepannya," ujar Iqbal ketika ditemui pada acara workshop wartawan yang diselengarakan oleh bank BTN, di Hotel Aston Primera, Pasteur, Bandung,Sabtu(11/12/2010).
BTN menganggap angka yang ditetapkan berdasarkan peraturan dari BI tentang kenaikan LDR dari 77,06 persen menjadi 78 persen adalah hal wajar bagi bank-bank besar.
BANK RAKYAT INDONESIA (BRI)
Posisi LDR BRI pada tahun 2008, 2009 dan 2010  masih berada sedikit dibawah 78 %  tetapi pada tahun 2011 sudah mengikuti peraturan BI yaitu posisi LDR BRI sebesar 85,23 %, yang mana aturan tersebut  memang harus dijalankan mulai dari 1Maret 2011. JAKARTA (IFT) – Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR) PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), menurut analisis Departemen Riset IFT. Level LDR yang tinggi ini disebabkan pertumbuhan penyaluran pembiayaan BRI lebih tinggi dibanding kenaikan dana pihak ketiga. Pada semester I, 2011, total aset BRI naik 15,74% (year-on-year) menjadi Rp 370,3 triliun dibanding semester I 2010. Kenaikan aset BRI ditopang pertumbuhan total kredit sebesar 17,55%  menjadi Rp 265, 82 triliun. Kredit skala mikro pada semester I 2011 tumbuh 35% menjadi Rp 84 triliun, kredit konsumsi naik 19% menjadi Rp 54,4 triliun, dan kredit korporasi meningkat 15% menjadi Rp 52,8 triliun.
KESIMPULAN
Bank adalah lembaga intermediasi yaitu: lembaga perantara antara yang kelebihan dana dan yang membutuhkan dana. Indikator yang bisa dipakai untuk melihat fungsi bank sebagai lembaga intermediasi adalah Loan Deposit Ratio/ LDR. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memberi ukuran agar pada masing-masing bank mempunyai ukuran LDR antara 78 %- 100 %.Jika kurang  dari 78% maka kepada bank tersebut harus lebih  gencar dalam menyalurkan kredit dalam rangka mendorong peningkatkan produksi dan perekonomian rakyat, tetapi bagi yang mempunyai ukuran  lebih dari 100%, agar lebih waspada terhadap kondisi likuiditas. Berkaitan dengan hal tersebut maka Bank Indonesia sebagai Bank Sentral akan memberlakukan disinsentif bagi bank yang posisi LDRnya tidak berada pada ranah yang ditetapkan BI
Empat bank plat merah, selama 4 tahun dimulai dari tahun 2008- 2011  yang mempunyai mean/rata-rata LDR mulai yang terendah adalah BNI’46 sebesar 66,38 %, Bank Mandiri sebesar 67,36 %, BRI sebesar 77,05 % dan BTN sebesar 102,30 %, hal tersebut menunjukkan bahwa 3 bank masih  berada dibawah ketentuan batas minimal yaitu 78% berarti 3 bank tersebut harus menggejot penyaluran kredit untuk mewujutkan hakekat fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.
Dilihat dari besaran LDR maka keempat bank plat merah ini masing-masing menunjukkan tren naik, artinya bahwa semua bank plat merah tersebut telah berupaya untuk memenuhi ketetapan BI sebagai Bank Sentral,hal tersebut menunjukkan hal yang sangat positif untuk kemajuan perekonomian dan optimalisasi proses produksi
Terlepas masih kurangnya ukuran LDR terhadap ketentuan minimal yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu 78% , tetapi sebetulnya telah terjadi peningkatan penyaluran kredit yang sangat bagus mengingat yang terjadi setelah krisis moneter tahun 1997  sesuai yang kami sampaikan dalam bab pendahuluan yaitu rasio indutri LDR perbankan tahun 2001 sebesar 33,7% (Pohan:2002) dan tahun 2006 meningkat sebesar 50,9 % (Sagir:2006)
Dari peningkatan penyaluran kredit yang telah dilakukan oleh bank plat merah telah kita acungi jempol semoga dalam waktu yng tidak lama sudah memenuhi ketetapan yang diminta oleh BI, untuk selanjutnya maka yang perlu kita teliti adalah bahwa dari dana yang telah disalurkan tersebut apakah yang 20% telah tersalurkan untuk UMKM sesuai ketetapan Bank Indonesia, silahkan untuk penelitian selanjutnya      


Literatur
Kasmir,SE,MM,2002,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
 Mandala Manurung dan Pratama Rahardja, 2004, Uang, Perbankan, dan Ekonomi       Moneter, Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
M Sinungan, Manajemen Dana Bank,1992, Rineka Cipta, Jakarta
Peraturan Bank Indonesia No 12/19/PBI/2010
UU Perbankan No 10 tahun 1998























































































































1 komentar: